Islam Sontoloyo !


Baru – baru ini saya baca sekilas tentang artikel Islam Sontoloyo yang ditulis Ir.Soekarno, asyik banget bacanya karena akhirnya ada juga yang sependapat dengan saya ( loh ? 🙂 ), umat islam terlalu mementingkan penampilan luar daripada penampilan dalam, tertarik dengan artikel ini, saya pun menelurusi lebih jauh. Saya menulis ini tidak untuk ‘meragukan’ agama islam, tapi meragukan umat – umatnya, dengan harapan kita semua sadar agar Islam kita tidak Islam Sontoloyo.

Bagi saya pribadi, betul adanya umat islam terlalu mementingkan luar daripada dalam, yah contohnya saja orang – orang sibuk meributkan perempuan harus pakai jilbab besar-lah, rok-lah, kaus kaki lah, tapi di dalam hatinya sendiri belum dibenahi, ia masih jahat di dalam hatinya, masih menyakiti orang lain, berpikiran licik, tidak terpelajar sehingga sifatnya pun mengikuti. Bagi Soekarno, mendengar tentang seorang kyai yang menikahi dan menceraikan muridnya (bergantian) hanya karena itu di halalkan menurut hukum agama, ia langsung protes dengan menulis, “itu syah halal menurut agama, tapi anda menyalahi kemanusiaan dengan merebut masa depan gadis itu, anda kucing – kucingan dengan tuhan!”, begitu saya simpulkan itu yang dikatakan Soekarno. Umat Islam hanya menjalankan fiqh dan syariat saja, terlalu kaku, tanpa menyadari substansi dari ajaran Islam. Jika hanya menjalankan fiqh dan syariat saja, bisa – bisa makna Islam jadi “Tidak boleh makan babi”, “Harus Bank Syariah”, “Tutup Aurat”, dan “Ritual Sholat” saja. Ajaran Islam adalah nilai – nilai luhur seperti berbuat kebaikan, bukan ritual dan hukum – hukum pelarangan saja.

Kita terlalu sibuk mempelajari hukum, tetapi tidak menteladani pembuat hukum itu. Kita baca Al – Qur’an, hafal hadits, kita tahu larangan – larangan di agama tetapi kita tidak tahu bagaimana Nabi dan sahabat Nabi menerapkan hukum – hukum itu dalam kehidupan sehari – hari. Jika begini, Islam akan menjadi agama formal saja, tidak ada perkembangan, aku dengar aku patuh, sudah itu saja.

Kekerasan dimana – mana, tidak toleran pada orang lain, tidak bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman, memaksakan kehendak, hanya mementingkan ‘status’ daripada ‘apa’ yang dilakukan. Semuanya adalah gambaran umat Islam sekarang, setidaknya di Indonesia. Ternyata keadaan ini sudah terjadi sejak dahulu, ketika Ir.Soekarno menjabat. Soekarno yang seorang Haji menulis bahwa umat islam sedang mengalami kemunduran, Islam Sontoloyo ! Berikut adalah pemikiran – pemikiran Soekarno :

Yang pertama adalah pendapat Soekarno tentang umat islam yang mementingkan luarannya saja dari pada dalamnya.

Cobalah kita mengambil satu contoh. Islam melarang kita makan daging babi. Islam juga melarang kita menghina kepada si miskin, memakan haknya anak yatim, memfitnah orang lain, menyekutukan Tuhan yang Esa itu. Malahan yang belakangan ini dikatakan dosa yang terbesar, dosa datuknya dosa. Tetapi apa yang kita lihat? Coba tuan menghina si miskin, makan haknya anak yatim, memfitnah orang lain, musyrik didalam tuan punya pikiran atau perbuat, maka tidak banyak orang yang akan menunjuk kepada tuan dengan jari seraya berkata : tuan menyalahi Islam. Tetapi coba tuan makan daging babi, walau hanya sebesar biji asam pun dan seluruh dunia akan mengatakan tuan orang kafir! Inilah gambarnya jiwa Islam sekarang ini: terlalu mementingkan kulih saja, tidak mementingkan isi. Terlalu terikat kepada “uiterlijke vormen” saja, tidak menyala-nyalakan “intrinsieke waarden”. Dulu pernah saya melihat satu kebiasaan aneh disalah satu kota kecil di tanah Priangan. Disitu banyak sundal, banyak bidadari-bidadari yang menyediakan tubuhnya buat pelepas nafsu yang tersebut. Tetapi semua “bidadari-bidadari” itu bidadari “Islam” bidadari yang tidak melanggar sesuatu ajaran agama. Kalau tuan ingin melepaskan tuan punya birahi kepada salah seorang dari mereka, maka adalah seorang penghulu yang akan menikahkan tuan lebih dulu dengan dia buat satu malam. Satu malam ia tuan punya isteri yang syah, satu malam tuan boleh berkumpul dengan dia zonder melanggar larangan zina. Keesokan harinya bolehlah tuan jatuhkan talaq tiga kepada tuan punya kekasih itu tadi! Dia mendapat “nafkah” dan “mas kawin” dari tuan, dan mas penghulupun mendapat persen dari tuan. Mas penghulu ini barangkalai malahan berulang-ulang juga mengucapkan syukur kepada Tuhan, bahwa Tuhan telah memperkenankan dia berbuat suatu kebajikan, yakni menghindarkan dua orang anak Adam daripada dosanya perzinaan!

Tidakkah bernah perkataan saya, bahwa ini bernama main kikebu dengan Tuhan, atau mau mengabui mata Tuhan? Perungklukan, persundalan, perzinaan, di-”putarkan” menjadi perbuatan yang halal! Tetatpi juga: tidakkah benar ini hanya satu faset saja dari gambarnya masyarakat kita seluruhnya, yang lebih mementingkan fiqh saja, haram makruh saja, daripada “intrinsieke waarden” yang lain-lain?

Yang kedua adalah Soekarno tentang umat Islam yang tidak mau berkembang, kolot, dan gampang mengkafirkan.

“Kita royal sekali dengan perkataan ‘kafir’. Pengetahuan Barat-kafir; radio dan kedokteran –kafir; pantolan dan dasi dan topi-kafir; sendok dan garpu dan kursi-kafir; tulisan Latin-kafir; ya pergaluan dengan bangsa yang bukan Islam pun-kafir! Padahal apa yang kita namakan Islam? Bukan roh Islam yang berkobar-kobar, bukan api Islam yang menyala-nyala, bukan amal Islam yang mengagumkan, tetapi dupa dan kurma dan jubah dan celak mata! Siapa yang mukanya angker, siapa yang tangannya bau kemenyan, siapa matanya dicelak dan jubahnya panjang dan menggenggam tasbih yang selalu berputar-dia, dialah yang kita namakan Islam. Astagafirullah! Inikah Islam? Inikah agama Allah? Ini? Yang mengkafirkan pengetahuan dan kecerdasan, mengkafirkan radio dan listrik, mengkafirkan kemoderenan dan ke-up-to-date-an? Yang mau tinggal mesum saja, tinggal kuno saja, yang terbelakang saja, tinggal ‘naik onta’ dan ‘makan zonder sendok’ saja ‘seperti di jaman Nabi dan Chalifahnya’? Yang menjadi marah dan murka kalau mendengar kabar tentang aturan-aturan baru di Turki atau di Iran atau di Mesir atau di lain-lain negeri Islam di tanah Barat?”

Yang ketiga masih tentang umat islam yang tidak mau berkembang, ketinggalan zaman.

Islam harus berani mengejar jaman, bukan seratus tahun, tetapi seribu tahun Islam ketinggalan jaman. Kalau Islam tidak cukup kemampuan buat mengejar seribu tahun itu, niscaya ia akan tetap hina  dan mesum. Bukan kembali pada Islam glory  yang dulu, bukan kembali pada ‘zaman chalifah’, tetapi lari ke muka, lari mengejar jaman. Itulah satu-satunya jalan buat menjadi gilang gemilang kembali. Kenapa toch kita selamanya dapat ajaran, bahwa kita harus mengkopi ‘zaman chalifah’ yang dulu-dulu? Sekarang toch tahun 1936 dan bukan tahun 700 atau 800 atau 900?

Mengapa kita musti kembali ke zaman ‘kebesaran Islam’ yang dulu-dulu? Hukum Syariat? Lupakah kita, bahwa hukum Syariat itu bukan hanya haram, makruh, sunnah, dan fardlu saja? Lupakah kita, bahwa masih ada juga barang ‘mubah’ atau ‘jaiz’? Alangkah baiknya, kalau umat Islam lebih ingat pula kepada apa yang mubah atau yang jaiz ini! Alangkah baiknya kalau ia ingat bahwa ia di dalam urusan dunia, di dalam urusan statemanship, ‘boleh berqias, boleh berbid’ah, boleh membuang  cara-cara dulu, boleh mengambil cara-cara baru, boleh beradio, boleh berkapal udara, boleh berlistrik, boleh bermodern, boleh berhyper-hyper modern’, asal tidak nyata di hukum haram atau makruh oleh Allah dan Rasul! Adalah suatu perjuangan yang paling berfaedah bagi ummat Islam, yakni berjuang menentang kekolotan. Kalau Islam sudah bisa berjuang mengalahkan kekolotan itu, barulah ia bisa lari secepat-kilat mengejar zaman yang  seribu tahun jaraknya ke muka itu. Perjuangan menghantam orthodoxie ke belakang, mengejar jaman ke muka, perjuangan inilah yang Kemal Attaturk maksudkan, tatkala ia berkata, bawa ‘Islam tidak menyuruh orang duduk termenung sehari-hari di dalam mesjid memutarkan tasbih, tetapi’ Islam adalah perjuangan.’ Islam is progress: Islam itu kemajuan!”

Yang keempat Soekarno tentang tuhan

“ Tahun 1926 adalah tahun dimana aku memperoleh kematangan dalam kepercayaan. Aku beranjak berpikir dan berbicara tentang Tuhan. Sekalipun di negeri kami sebagian terbesar rakyatnya beragama Islam, namun konsepku tidak disandarkan semata-mata kepada Tuhannya orang Islam. Pada waktu aku melangkah ragu memulai permulaan jalan yang menuju kepada kepercayaan, aku tidak melihat Yang Maha Kuasa sebagai Tuhan kepunyaan perseorangan. Menurut jalan pikiranku, maka kemerdekaan seseorang meliputi juga kemerdekaan beragama,”

Begitulah pendapat Soekarno dan sebagian pendapat saya, sekian dulu, nanti saya update lagi :)Sumber kutipan soekarno dari : berdikarionline.com

Tentang Alija MS

Halo, nama saya Alija Muhammad Syauqi, biasa dipanggil Eja atau Eza. Sekarang saya lagi kuliah di ITS jurusan teknik mesin. Hubungi saya di : Email : alijamuhammad@gmail.com Line : @ejasyauqi
Pos ini dipublikasikan di Bacaan, Opini, Religion. Tandai permalink.

2 Balasan ke Islam Sontoloyo !

  1. wow…… mantap nih artikelnya.

Tinggalkan komentar